Langsung ke konten utama

Postingan

Lelaki Keras Kepala (4)

“Bisa ketemuan sekarang?" tanya Candra setelah mendengar bahwa Kirana menangis. Apapun yang terjadi, perempuan itu harus ditenangkan. “Dimana?” tanya Kirana ditengah-tengah sesenggukannya. “Aku baru sekitaran kampus nih, baru habis nganterin temenku.  Cafe  biasa, ya?” “Oke. Aku ke sana sekarang.” Gerimis mengiringi perjalanannya ke  cafe  dimana ia dan Candra akan bertemu. Kirana mengusap air mata di pipinya. Hari ini, semuanya sudah terungkap. Apa yang selama ini ia ingin tahu, apa yang selama ini dirahasiakan alam semesta pada dirinya sudah terungkap. “Selamat malam, Mbak Rina. Mau pesan apa hari ini?” tanya Nanta, si barista. “Nanti aja, mau nunggu temen dulu.” “Oke.” Kirana duduk di sudut  cafe  di sebelah dinding kaca. Ia membuka Whatsappnya, namun setelahnya dia hanya diam. Ia menatap dua nama di sana: Lingga dan Candra. Dua orang yang selalu ada untuknya. Lingga, teman semasa SMAnya dulu, orang yang menganggapnya seorang adik, padahal hanya kepadanya Kirana menaruh separuh
Postingan terbaru

Lelaki Keras Kepala (3)

Kirana hening, ingatannya bening terhadap kenangan di bukan Oktober tahun lalu. Ia bukanlah seseorang yang pandai mengingat-ingat. Ia juga bukan seseorang yang suka meningat-ingat. Akan tetapi, keheningan malam di bulan September menghantarkannya pada kenangan itu. Menanggung perasaan sepihak secara diam-diam sangatlah berat. Namun, ketika diam dan mengutarakan sama-sama beratnya, tak ada salahnya untuk mengutarakan., tulis lelaki itu pada status Whatsappnya. Kirana termenung membaca tulisan itu, singkat namun menusuk hingga menembus pertahanannya. Dia tak kenal dekat dengan lelaki bernama Candra ini. Mereka hanya pernah bertegur sapa dan berkenalan pada suatu acara. Pertemuan itu menghantarkan mereka pada obrolan-obrolan yang santai namun begitu dalam. Kecocokan topik percakapan membuat mereka pada akhirnya bertukar nomor ponsel. Kirana: Meskipun perasaan itu diemban oleh perempuan? Candra: Yap, meskipun perasaan itu diemban oleh perempuan. Daripada menambah sesak dalam dada, 'kan

Lelaki Keras Kepala (2)

 Tak ada yang pernah tahu kepada siapa hati mereka akan terpaut. Menebak hati akan terjebak di siapa, bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan. Seperti laki-laki itu yang secara tidak sengaja bertabrakan dengan cerita-cerita kehidupan Kirana yang begitu menyedihkan. Mungkin karena pada dasarnya sifat laki-laki selalu ingin melindungi dan mengayomi seperti polisi, seperti itulah laki-laki keras kepala itu menjadi peduli dan jatuh hati pada Kirana. Selamat 19 Desember yang ke sembilan belas, tulis laki-laki itu di tengah malam. Kirana berpikir, apa sebenarnya yang laki-laki itu inginkan? Kenapa laki-laki itu begitu rela berjuang untuknya? Pertanyaan-pertanyaan itu bersarang di benak Kirana entah sudah berapa lama. Maka, tepat ketika pukul dua belas malam, saat 18 Desember baru saja lahir, Kirana nekat menanyakan pertanyaan-pertanyaan itu pada laki-laki keras kepala. "Aku tak menginginkan apapun selain kau kembali percaya pada rasa cinta. Aku akan berjuang untuk merakit puing-puing ha

Lelaki Keras Kepala (1)

Kirana tak tahu apa yang ada dipikiran laki-laki itu. Laki-laki itu begitu keras kepala, tak pernah tahu kapan harus berhenti mengejarnya meski ia berulang kali telah mengatakan bahwa ia belum bisa membalas perasaan laki-laki itu. Kirana sudah kehabisan akal untuk membuat laki-laki itu berhenti mengejarnya. Kirana tak mau membuat laki-laki itu terluka. "Kenapa?" tanya Kirana. "Kenapa apanya?" Laki-laki itu menatapnya dengan keheranan. "Kenapa kau mencintaiku? Kenapa tidak orang lain yang bisa mencintaimu? Kenapa harus aku?" "Aku tak tahu. Mungkin, karena kau sudah membuatku lepas dari trauma patah hati. Kau membuatku mengerti, bahwa bagaimana pun, kita harus tetap percaya pada perasaan yang dinamakan cinta." Kirana menatap kosong pada senja di hadapan mereka. Debu-debu yang tersapu angin, daun-daun yang menari, dan keheningan menjejali udara di antara dua anak manusia itu. Kirana masih tak mengerti bagaimana laki-laki keras kepala ini bisa mencin

Terima Kasih dan Maaf

  Maka, mulai malam ini, akan kusembunyikan rasa yang kupunya di dalam guling, dibawah bantal. Semuanya sudah tampak begitu jelas selama ini. Mataku saja yang baru saja terbuka. Bahwa aku memang tak pernah memilikimu, bahkan hanya memiliki ruang memorimu saja aku takkan pernah bisa. Semua jawaban atas pertanyaanku sudah jelas, aku memang tak pantas. Dengan hati-hati aku bernapas agar tak menimbulkan nyeri pada hati kembali. Malam ini, ketika musik-musik yang memberi luka pada hati diputar, aku menyadari bahwa di antara yang lain aku memang tak bisa apa-apa. Aku hanya bisa merangkai kata-kata. Karena itulah yang mempertemukan kita bukan? Malam ini aku sadar akan banyak hal. Memang tak seharusnya kita tak perlu dekat sejak awal. Kau yang begitu sulit diraih, dan aku yang hanya pandai membual. Maka, mulai malam ini, akan kusembunyikan rasa yang kupunya di dalam guling, dibawah bantal. Aku sadar aku seharusnya tak boleh berharap kembali. Aku seharusnya sejak awal menjadi serigala penyendir

Tak Nyaman

Kau tahu untuk menjadikanmu cinta padaku sangatlah sulit. Kau tahu aku harus merelakan hatiku patah berkali-kali hanya untuk bisa membuatmu melenyapkan perasaanmu padanya. Kau tahu itu. Lantas, pantaskah aku merasakan cemburu ketika kau masih dekat dengannya? Tidak. Memang sejak awal, aku tak pernah pantas untukmu. Namun kau tahu? Malam itu perasaan itu hadir begitu saja ditengah-tengah kesibukanku. Aku cemburu! Malam ini, untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku cemburu. Walaupun aku tahu, dicintaimu saja seharusnya aku sudah bersyukur. Namun, aku tak tahu kenapa, dada ini terasa panas. Seharusnya, aku tak berhak merasakan cemburu untuk sesuatu yang bahkan bukan punyaku. Tak apa, tak usah kau pikirkan, fokus saja pada apa yang sedang kau kerjakan saat ini. Mungkin ini hanyalah perasaan tak beralasan yang tiba-tiba masuk begitu saja.

Aku takut akan menyakitimu

Aku adalah seorang yang lemah. Tak pernah bisa untuk berjuang sekuat tenaga seperti yang lain. Tak pernah berjuang untuk bisa menatap wajahmu  Tak pernah bisa untuk memberikan rasa sebesar yang kau berikan kepadaku. Tak bisa selalu menuruti permintaan kecilmu. Tak pernah memberikan waktu untukmu sepenuhnya. Aku hanyalah entitas tak berharga: seonggok daging penuh kesombongan dan ego. Semakin kesini, aku semakin merasa bahwa aku tak pantas untukmu. Kau yang selalu meluangkan waktu untuk mendengarkan ceritaku. Kau yang selalu menemaniku ketika aku sedang sakit, meskipun tanpa bertemu. Semakin kesini, aku semakin takut aku akan melukaimu. Kau yang terlalu penyabar, kau yang tak pernah menuntutku untuk selalu ada. Aku takut kau akan merasakan kecewa. Merasakan sisi pahit dari rasa cinta hanya karena aku. Bila kau ada disini, aku ingin memelukmu lama. Menggenggam jarimu dan enggan untuk melepasnya. Karena aku tak suka terlalu banyak kata. Aku ingin bertindak, namun bingung bertindak